Masalah Kesehatan Mental Selama Pandemi
Masalah Kesehatan Mental Selama Pandemi – Dampak penyakit terhadap kesehatan mental semakin nyata. Namun, kurangnya pengetahuan, pemberian label, dan terbatasnya akses terhadap layanan merupakan permasalahan utama. Tanpa dukungan lingkungan, keuangan dan spiritual, mencapai sikap sehat akan sulit dilakukan.
Pada Jumat (28/9/2018) banyak warga yang mengikuti penyuluhan dan psikoterapi yang diselenggarakan Yayasan Sahabatku di kawasan Sukmajaya, Depok, Jawa Barat. Konsultasi tersebut, dipimpin oleh 31 psikoterapis dan menarik ratusan klien, bertujuan untuk membantu masyarakat meningkatkan diri dan menemukan solusi terhadap masalah khusus untuk semua sektor masyarakat.
Masalah Kesehatan Mental Selama Pandemi
Tidak ada kesehatan tanpa jiwa yang sehat. Meskipun sering disebut sebagai emosi yang umum, terutama saat sakit, dan dampaknya nyata di depan mata kita, kesehatan mental adalah topik yang jauh bagi kita. Kurangnya pengetahuan, stigma dan terbatasnya akses masih menjadi permasalahan utama.
Menuju New Normal, Itjen Kemenkeu Gelar Workshop Kesehatan Mental
Sebelum Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Covid-19 sebagai penyakit pada 11 Maret 2020, para ahli mengkhawatirkan penyebaran ketakutan akibat banyaknya informasi mengenai penyakit baru tersebut.
Ketika timbul masalah dalam penerapan pembatasan perjalanan lokal atau regional, kekhawatiran nyata mulai terasa. Selain berita buruk terutama seputar media sosial, media sosial dan kematian banyak tersebar di media sosial.
Kini, ketika kasus positif Covid-19 mulai menurun di banyak negara, kekhawatiran tersebut masih tetap ada. Faktanya, beberapa orang mengalami gangguan kecemasan. Ada pula yang tidak pernah mengalami depresi. Beberapa orang yang selamat dari Covid-19 pernah mengalami masalah kecemasan meskipun mereka tidak memiliki riwayat masalah tersebut sebelumnya.
Meskipun penyakit Covid-19 muncul seiring dengan meningkatnya vaksinasi dan tersedianya obat-obatan untuk mengobati penyakit tersebut, berbagai dampak psikologis yang disebabkan oleh penyakit tersebut diperkirakan masih ada. Faktanya, permasalahan psikologis akibat penyakit tersebut diperkirakan akan terus berlanjut hingga 10-20 tahun ke depan.
Penyintas Covid-19 Berisiko Alami Gangguan Mental
Penyakit ini telah mengubah kita selama hampir dua tahun. Perjuangan melawan virus corona, baik menghadapi serangan virus secara langsung, berdiam diri di rumah untuk menghindari penyebaran virus atau menderita karena lemahnya perekonomian, adalah penderitaan, kesedihan, ketakutan, ketidakberdayaan bahkan pelecehan. Banyak orang.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyambut tanggal 10 Oktober 2021 sebagai Hari Kesehatan Mental Sedunia, dengan mengatakan bahwa hampir 1 miliar orang di bumi, atau 1 dari 7, menghadapi gangguan mental. Gangguan ini bisa menimpa siapa saja dan apa saja tanpa memandang jenis kelamin, usia, status ekonomi, pendidikan, keyakinan, dan gaya hidup.
Jika epidemi Covid-19 berakhir, seiring dengan meningkatnya vaksinasi dan tersedianya obat-obatan untuk mengatasi penyakit tersebut, maka berbagai dampak psikologis yang disebabkan oleh penyakit tersebut diperkirakan akan tetap ada.
Depresi adalah penyakit utama dan salah satu beban penyakit terbesar di dunia. Selain itu, gangguan jiwa lain yang banyak diderita antara lain gangguan kecemasan dan skizofrenia. Menurut WHO, kerugian akibat hilangnya produktivitas akibat depresi dan kecemasan di seluruh dunia mencapai 1 triliun dolar AS atau Rp14.000 triliun setiap tahunnya.
Webinar Let’s Sharing! Kesehatan Mental Di Era Pandemi
Sebelum pandemi, Riset Kesehatan Dasar 2018 menemukan bahwa dari penduduk berusia di atas 15 tahun, 9,8 persen atau 20 juta orang mengalami gangguan jiwa, 6,1 persen dari 12 juta orang mengalami depresi, dan sekitar 450.000 orang menderita depresi. penyakitnya Skizofrenia atau psikosis adalah penyakit mental yang serius.
Sedangkan pada bulan April-Oktober 2020 atau menjelang puncak epidemi 1 dan 2 di Indonesia, hasil survei personal yang dilakukan Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) menunjukkan 67,4 persen masyarakat terkena penyakit ini. gangguan kecemasan. 67,3 persen. mengalami depresi, dan 74,2 persen mengalami tekanan psikologis. Durasi penyakit, kuatnya berbagai masalah kejiwaan diperkirakan akan terus berlanjut (15 Oktober 2020).
Penderita Gangguan Kesehatan Jiwa (ODGJ) menghadapi stres di Puskesmas Yayasan Jamarud Biru, Desa Mustikasari, Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu (14/4/2021). Sebanyak 215 ODGJ dirawat pada awal. Berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat di tengah pandemi Covid-19 menyebabkan kelelahan mental. Sayangnya, kesehatan mental hingga saat ini masih belum menjadi prioritas dalam upaya masyarakat memerangi Covid-19.
Selain itu, permasalahan penahanan dan penelantaran terhadap penderita skizofrenia atau penyakit jiwa (ODGJ) masih menjadi tragedi bagi Indonesia dalam mendukung hak asasi manusia. Pada tahun 2020, 6.452 kasus ditangkap dan 452 kasus lainnya ditangkap kembali, kata kementerian kesehatan.
Masa Depan Kesehatan Jiwa Kita
Sementara itu, Living in Chains, laporan Human Rights Watch tahun 2020, mengutip data pemerintah, memperkirakan 57.000 orang dengan penyakit mental telah dipenjara setidaknya sekali dalam hidup mereka dan 15.000 orang masih hidup di penjara. November 2019.
Permasalahan narkotika dan pelarangan obat-obatan terlarang juga harus ditangani. Selain itu, kasus kejahatan anak dan bunuh diri menunjukkan “penyakit” negara kita.
Meskipun masalah kesehatan mental itu nyata, pengobatan saja tidak cukup. Banyak negara menghadapi masalah ini. Namun karena adanya perubahan situasi, terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan jiwa dan rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai kesehatan jiwa, maka permasalahan ini perlu diperhatikan secara matang.
Pada tahun 2019, Kementerian Kesehatan menyatakan 48,1 persen atau 247 provinsi/kota memiliki puskesmas yang memberikan layanan kesehatan jiwa. Selain itu, terdapat 34 rumah sakit jiwa negeri (RSJ) dan 9 rumah sakit jiwa swasta serta satu rumah sakit kecanduan narkoba di 28 kabupaten. Enam provinsi tidak memiliki RSJ dan tidak semua rumah sakit umum dapat memberikan layanan kesehatan jiwa.
Tips Menjaga Kesehatan Mental Remaja Di Masa Pandemi
Pemanfaatan layanan yang tersedia kurang baik. Beberapa klinik dapat mendiagnosis gangguan jiwa, namun sebagian besar menyediakan pil untuk pasien yang akan dirawat di rumah sakit tingkat lanjut. Beberapa puskesmas telah dilengkapi dengan psikolog, khususnya di wilayah khusus DKI Jakarta dan Yogyakarta, namun banyak daerah yang belum memiliki kemampuan tersebut.
Saat ini, per Oktober 2020, terdapat 1.053 dokter dan 2.800 dokter di Indonesia yang sebagian besar terkonsentrasi di kota-kota besar. Pelayanan kesehatan jiwa dinilai sangat mahal, terutama untuk pelayanan di rumah pribadi. Namun layanan kesehatan jiwa di sebagian besar rumah sakit, terutama milik pemerintah, dikelola oleh Departemen Kesehatan (BPJS).
Di masa pandemi, banyak aplikasi dan startup bermunculan untuk membantu masyarakat mengatasi masalah mentalnya. Ada yang berbayar, dan ada pula yang gratis. Namun ketersediaan layanan konseling melalui telepon atau internet masih jauh dari kebutuhan masyarakat.
Dalam kasus-kasus terbatas seperti itu, masyarakat justru berperan sebagai penghalang untuk mencegah dan memitigasi masalah psikologis serius yang dihadapi penderitanya. Namun, stigma negatif seputar kesehatan mental menghalangi pasien untuk mengakses layanan, menghubungi psikiater, atau mencari pengobatan dari psikiater. Orang-orang yang mengunjungi dua praktisi kesehatan mental sering dituduh tidak tahu apa-apa.
Tak Melulu Soal Kesehatan Fisik, Kesehatan Mental Juga Perlu Dijaga Di Era New Normal
Sindrom ini disebabkan rendahnya pemahaman masyarakat terhadap kesehatan mental. Gangguan jiwa seringkali dipandang sebagai masalah lemahnya iman atau penyakit yang aneh. Oleh karena itu, sebagian besar pengobatan bergantung pada obat lain hingga terlambat untuk diobati.
Keterlambatan pengobatan medis Banyak penderita gangguan jiwa tidak mampu mengelola masalah yang mereka hadapi dengan baik hingga menjadi semakin parah. Situasi ini berdampak signifikan terhadap produktivitas dan kesejahteraan pasien, keluarga, dan masyarakat. Sekitar 1 juta dari 12 juta orang yang menderita depresi di Indonesia mencari pertolongan medis.
Psikolog RSUD Blombangan, Betty Kumala Sari, memberikan konseling kepada pasien di ruang isolasi RSUD Blombangan, Banyuwangi. Selain mendapat perawatan medis, pasien terduga Covid-19 atau yang terdiagnosis positif virus corona jenis baru juga mendapat bantuan khusus.
Kurangnya pemahaman masyarakat dan dukungan keluarga membuat banyak penyandang disabilitas mental harus berjuang sendirian melawan berbagai pikiran dan perasaan sulit yang mereka hadapi.
Perhatikan Kesehatan Mental Remaja Saat Pandemi Covid-19
Bagi penderita masalah kecemasan, mereka harus melawan segala pikiran dan kekhawatiran negatif, yang biasanya sangat salah dan sangat merugikan mereka. Sementara itu, para penderitanya harus berjuang untuk membangkitkan semangatnya, menghadapi kegelisahannya terhadap segala hal, termasuk kehidupannya sendiri, menghadapi mimpi buruk dan keinginan untuk mati.
Bagi masyarakat awam yang belum paham, semua keluhan dan bukti orang yang menderita gangguan jiwa adalah hal yang aneh dan sulit untuk dipikirkan. Selain itu, kondisi fisik mereka secara umum baik, tidak ada cedera, nyeri, atau peradangan seperti yang terjadi pada pasien. Oleh karena itu, penderita penyakit jiwa seringkali dituduh jahat, malas, tidak beriman, atau bodoh.
Banyak yang percaya bahwa pembangunan kesehatan mental berbasis komunitas lebih efektif dalam mengatasi berbagai hambatan terhadap akses dan layanan kesehatan mental. Namun upaya tersebut harus diikuti dengan penguatan dan peningkatan investasi negara di bidang kesehatan jiwa, terutama dalam perbaikan, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi.
Menurut data WHO, sebagian besar negara hanya menghabiskan 2 persen anggaran kesehatannya untuk kesehatan mental. Bantuan dari negara-negara donor dan sektor swasta tidak cukup untuk mengobati kesehatan mental dibandingkan dengan pengobatan penyakit lainnya.
Pertumbuhan Ekonomi Dengan Menjaga Kesehatan Mental Pekerja Publik
Faktanya, untuk setiap 1 dolar AS yang diinvestasikan untuk mengobati depresi dan kecemasan, 5 dolar AS dikembalikan. Saat ini, untuk setiap 1 dolar AS yang dibelanjakan untuk kecanduan narkoba, hingga 7 dolar AS berarti lebih rendahnya tingkat kejahatan dan biaya penegakan hukum.
Terlepas dari biayanya, peraturan untuk menciptakan sistem kesehatan mental yang lebih baik dan lengkap harus segera diterapkan. Sudah hampir tujuh tahun Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.
Namun, saat ini belum ada undang-undang baik itu undang-undang pemerintah maupun undang-undang kementerian kesehatan. Akibatnya, pemerintah daerah tidak memiliki pedoman teknis dalam melaksanakan berbagai upaya pengobatan kesehatan jiwa, sehingga undang-undang tersebut tidak ditegakkan di tingkat bawah.
Oleh karena itu, perayaan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia tahun 2021 yang bertemakan “Kesetaraan Kesehatan Mental untuk Semua” menginspirasi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kesehatan mental dan membangun masyarakat yang memiliki kesadaran, pemahaman, dan kepedulian terhadap pikiran. kesehatan
Program Studi Bimbingan Dan Konseling Uhamka Memberikan Sharing Online Mencegah Gangguan Kesehatan Mental Dengan Belajar #dirumahsaja
Saat ini, kita berpacu dengan waktu untuk mencegah agar masalah mental tidak mengganggu kita. Dampak kesehatan mental dari penyakit ini pasti akan meningkat di masa depan.
Perubahan populasi dan demografi